ML dengan tukang Ojek
![](http://4.bp.blogspot.com/-eGyQHH4dlDo/VeqCzMyTo-I/AAAAAAAAArc/vS9dMTHgu84/s1600/18.akane%2Bsakura.jpg)
Dengan jemari lentiknya, Naya menyimpulkan tali jubah mandinya sembari
berjalan
masuk ke kamar mandi. Sore itu, ia berencana melepaskan segala macam
kepenatan pikirannya dengan mandi sambil berendam di bathup. Yup, itu
semua karena pekerjaan di kantor barunya benar-benar menyita seluruh
tenaga dan konsentrasinya.
Air mengucur deras dengan seketika begitu Naya memutar tuas keran air
yang ada
dibagian bawah bathup. Sesekali, ia kecipakkan tangan putih mulusnya ke
air guna
merasakan tingkat kepanasan air. “Moga-moga, mandi berendam ini dapat
menjernihkan pikiranku.” ucapnya pelan.
Butuh beberapa waktu guna memenuhi bak bathup itu dengan air. Oleh
karenanya,
selagi menunggu penuh, Naya menuju dapur yang ada di lantai dasar untuk
membuat segelas jus melon kegemarannya. Jus melon, olahan minuman dari
buah yang bagi Naya adalah teman setia ketika menemaninya berendam.
Tak sadar, dari semenjak keluar kamar hingga dapur, bibir Naya melantun
sebait
lagu yang semakin lama semakin keras. Dan dengan diiringi gerakan tarian
manja,
Naya menyanyikan keseluruhan tembang yang dibawakan oleh grup band lawas
tersebut. Hingga ketika melewati ruang tengah, Naya dikagetkan oleh
sesuatu. “Eh, Mitha, kamu kok sudah pulang?” tanya Naya dengan nada
kaget akan keberadaan putri semata wayangnya di sudut kursi ruang
tengah.
“I-iya, mi. Hari ini lesnya libur, khan sekarang hari jumat.” jawab
Mitha yang juga terkejut akan kehadirannya Naya yang tiba-tiba.
“Haloo, halooo, Mit? Mitha?” panggil seorang pria yang ada di ujung
telepon.
“Eh, iya. Ga kenapa-napa kok, cuma ada mami.” sambung Mitha.
“Hayo, kamu sedang telepon ama siapa, sayang?” tanya Naya menggoda anak
perempuan satu-satunya. Didekatkannya telinga Naya pada gagang telephon
yang
berada pada genggaman Mitha, seolah ia ingin nguping. Namun karena malu,
Mitha
segera menghindarkan gagang telephon itu jauh-jauh dari jangkauan
maminya.
“Ah, Mami kepo banget deh. Cuma temen kok, Mi.” jawab Mitha malu-malu.
“Hahaha… Dasar anak kecil.” tawa Naya yang akhirnya menyerah untuk
menginvestigasi putrinya itu.
“Udah sana, mami mandi gih. Tuh denger, suara aer bathupnya dah penuh.”
“Iya deh… Yang masih ABG…” canda Naya genit.
“Halloohh… iya…” kembali Mitha melanjutkan perbincangan serunya seolah
barusan
tak ada apa-apa.
Sambil tersenyum, Naya pun ikut-ikutan tak menggubris Mitha yang sedang
telepon.
Dia segera menuju dapur untuk membuat jus melonnya.
Dari dapur, suara berat Mitha masih sedikit terdengar. Naya sebenarnya
berusaha
untuk tak menghiraukan percakapan antara putri dan temannya itu, namun
entah
kenapa, jika melihat dari gelagat Mitha ketika menelpon, dia terlihat
seperti sesosok
mata-mata yang sedang membocorkan rahasia. Duduk disudut ruangan,
bergelapgelapan
dengan pandangan mata yang selalu siaga mengawasi kondisi sekitar.
Mau tak mau, Naya pun menjadi penasaran. Segera saja, ia mematikan mesin
blender yang sedang menggiling daging buah melon itu, lalu ia pertajam
indra
pendengarannya. Dan mendadak, Naya lupa akan tujuan awalnya membuat jus
melon sebagai teman mandi berendamnya.
“Hihihi… iya bener, rasanya bikin deg-degan gimana gitu…” ucap Mitha
lirih sambil
sesekali ia tertawa kecil.
“Bener-bener, bentuknya ga sama seperti gambar yang ada di buku. Beda
banget.”
“Gedhe dan panjang.”
“Iya, Mitha juga pengen…”
“Aduh, kapan ya bisa seperti kemaren lagi?” kembali Mitha celingukan,
menengok
ke arah dapur dimana mamanya berada. Ia berjaga-jaga supaya tak ada
seseorang
pun yang mendengar percakapannya.
“Mitha juga merindukan sodokan batang panjangmu, sayang, hihihi…”
kembali Mitha
tertawa kecil.
“Merindukan sodokan batang panjangmu?” tanya Naya dalam hati. “Batang
apakah
yang sedang dibicarakan antara Mitha dan teman prianya ini?”
Mendadak muka Naya menjadi merah, dan detak jantungnya berdebar begitu
kencang. Apakah mungkin, Mitha sedang membahas tentang batang kelamin
teman lelakinya? Mitha khan baru masuk kelas 2 SMP baru 15 tahun. Belum
sepantasnya ia mendiskusikan tentang hal itu dengan teman lelakinya.
Naya mencoba mengingat tentang kejadian beberapa waktu lalu. Ada
beberapa
kejanggalan mengenai putrinya yang susah untuk dijelaskan.
Pulang larut malam, cupangan di leher bawah serta dadanya, dan yang
paling mengejutkan adalah adanya plastic kondom di laci kamarnya. Hal
itulah yang membuat pikiran Naya menjadi gelisah. Ada apa gerangan yang
terjadi pada
kelakuan putri satu-satunya itu.
“Ah, kamu jangan gitu ahh… Mitha juga pengen.”
Kembali Naya membuang semua pikiran aneh itu dan lebih memilih untuk
mendengarkan percakapan putrinya dari jauh. Hingga, sebuah kalimat yang
membuat detak jantungnya seolah berhenti.
“Mitha juga pengen ngejilatin batangmu, Mas. Pengen banget minum pejuhmu
lagi.”
DEG…!
Naya seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Walau
terdengar
begitu samar, namun Naya yakin, jika barusan ia mendengar putrinya ingin
meminum sperma lelaki teman bicaranya.
“Mitha ga sabar nunggu mami pergi keluar kota lagi, jadi khan kita bisa
nerusin
rencana mas Udin yang sempat tertunda kemaren.”
“Udin?” tanya Naya dalam hati.
Mendengar pembicaraan mereka yang mulai tak senonoh, Naya berjingkat
pelan.
Mendekat ke arah Mitha dari arah belakang punggung Mitha dan… “Kamu
sedang
ngobrol dengan Udin si tukang ojek itu ya?
Mitha menengok ke arah datangnya suara itu dan langsung berdiri dari
tempat duduknya. “Sialan! Udah dulu ya, sayang, ada mami…”
Sebelum Mitha meletakkan gagang telephon itu ke badan telephon, Naya
langsung
menyerbu ke arah Mitha sambil berteriak lantang. “Berikan telepon itu!”
bentak Naya sembari menyambar gagang telephon dari tangan putrinya.
“Dengar ya, Din… Jika gue ngelihat lo dekatan dengan anak gue lagi, gue
ga akan
segan-segan untuk ngelaporin lo ke Polisi. Mengerti lo?” bentak Naya
sambilmenutup telepon.
Seperti mendengar gemuruh geluduk di siang bolong, Mitha yang mendengar
lelaki
tercintanya diancam seperti itu, menjadi tak terima. “Miii, apa yang
mami lakuin sih?
Emang Mas udin salah apa, miiiih?”
“Mami ga suka kamu menjalin hubungan dengan lelaki tanpa masa depan
seperti
itu.”
“Tapi, miii, aku mencintainya…”
“Buka matamu, sayang… tukang ojek seperti dia tuh tidak cocok buatmu.”
“Mitha tak peduli dengan apa kerjaan dia, yang jelas Mas Udin cinta ama
Mitha.”
“Jadi kamu menentang pendapat mami?”
“Mami jahat! Mitha benci Mami.”
“Udah-udah, kamu dihukum. Weekend ini kamu tak boleh keluar rumah. Sana
masuk kamar!”
“Aku benci mami. Aku benar-benar benci mami!” tangis Mitha histeris. Ia
berlari
masuk kamar lalu membanting pintu kamarnya keras-keras.
Tiba-tiba, rasa bersalah muncul dalam hati Naya. Apakah dia salah atau
terlalu
keras dalam mendidik Mitha, sehingga Mitha bisa berteman dengan lelaki
busuk
semacam Udin. Apakah Naya kurang dalam memberikan perhatian dan kasih
sayangnya, sehingga Mitha bisa menjalin hubungan spesial dengan lelaki
tak terurus
seperti Udin.
Udin, lelaki yang dalam pandangan matanya benar-benar jauh dari ganteng,
putih
atau bermasa depan. Lelaki yang selalu menggunakan pakaian hitam belel,
celana jean sobek dan berbau asem. Belum lagi reputasinya sebagai
pengedar narkoba
yang entah itu benar atau salah, semakin membuat citra Udin mejadi
begitu buruk
dimata Naya.
Naya kembali teringat beberapa waktu lalu, ketika masa awal-awal
perkenalannya
dengan Udin. Udin adalah tukang ojek ujung komplek yang membantu
mengantarkan Naya berangkat interview karena mobilnya entah kenapa susah
untuk
dinyalakan. Dan ternyata, semenjak kejadian itu, Udin menjadi tumpuan
harapan
bagi Naya dalam hal trasportasi. Baik sebagai sarana antar jemput atau
untuk minta tolong segala macam kebutuhan Naya.
Yah dengan kata lainnya, Udin dapat diandalkan sebagai tangan tambahan
ketika
Naya tak mampu dalam mengerjakan sebuah tugas.
Ramah, baik dan tak perhitungan. Itulah yang membuat Naya percaya untuk
menggunakan jasa Udin. Namun ada satu hal yang Naya kurang suka dengan
tukang ojek itu. Udin memiliki sifat mesum. Apalagi semenjak putri
semata wayang
Naya juga mulai sering menggunakan jasa ojek Udin, sifat mesum Udin
menjadi
semakin menjadi-jadi.
Hingga pernah, Naya beberapa kali memergokin Udin yang sering memphoto
dirinya
ataupun Mitha ketika mereka sedang mengenakan rok pendek atau baju
dengan
atasan berbelahan dada rendah. Dan yang paling parah, Naya sempat
mendapati
adanya sperma di kamar mandi, setelah kamar mandi itu digunakan Udin.
Yup, Udin beronani di kamar mandi.nya
Memang sih, Udin tak pernah mau mengaku melakukan hal itu, tapi Naya
benarbenar yakin jika lelehan sperma di dinding dan lantai kamar mandi
itu berasal dari batang penisnya.
Udin juga sepertinya membawa dampak buruk kepada Mitha. Karena semenjak
kenal Udin, Mitha menjadi sangat susah diatur, suka melawan, dan mulai
menggunakan gaya berpakaiannya yang berbeda.
Dulu, putri satu-satunya itu selalu malu jika diminta untuk mengenakan
baju seksi,
namun sekarang, tak disuruh pun Mitha dengan pedenya berani mengenakan
jinsketat atau jeans super pendek, berkaos kecil, yang kesemuanya
menonjolkan
lekuk tubuhnya
“Huuuhhh… “ desah Naya lirih. Kali ini, pikirannya semakin kacau. “Mas
Loddy, apa
yang harus Naya lakukan?” tanya Naya dalam hati. Diraihnya gagang
telephon yang ada di atas meja ruang tengah, dan mulai menekan beberapa
tombol.
Naya berharap suami tercintanya yang sedang tugas keluar kota mampu
memberikan masukan tentang masalah yang ia hadapi saat ini. Namun
tiba-tiba Naya memilih meletakkan gagang telepon, dan tak jadi
menghubungi suaminya. Ia
tak mau mengganggu pikiran suaminya dengan masalah lagi. untuk
sementara, ia
pendam saja dulu masalah ini.
Naya kembali ke arah dapur, mengambil gelas jus melon favoritnya dan
bergegas ke
kamar mandi di lantai atas. Ia menutup pintu kamar mandi, meletakkan
gelas jus
disamping bathup dan mulai melucuti jubah mandinya. Naya berjalan ke
cermin dan
membiarkan jubahnya jatuh ke lantai. Itu adalah kebiasaan sehari-hari
untuk
memeriksa tubuhnya sendiri sebelum mandi.
Dengan jeli, mata bulat Naya memeriksa sekujur tubuhnya. Terkadang, Naya
merasa bangga akan tubuh yang ia dapati. Masih berusia 34 tahun namun
sudah
memiliki seorang putri cantik berumur 15 tahun. Hal itu pun terkadang
membuatnya
sedikit besar kepala, karena ketika mereka jalan berdua, tak jarang
banyak orang
yang salah mengira jika mereka kakak adik.
Rambut hitam yang lurus panjang, menjuntai hingga punggung. Tubuh yang
dibalut
kulit berwarna kuning langsat, tinggi 165 cm dan berat tak lebih dari 50
kg itu pun
sering membuat mata lelaki susah untuk tidak melihat kesintalan tubuh
ibu satu anak
itu. Belum lagi dengan tonjolan buah dada 36C dan bongkahan bokongnya
yang
membulat indah, membuat Naya benar-benar seperti bidadari.
“Waktunya berendam…” bisik Naya dalam hati.
Segera saja, Naya meluncurkan kaki jenjangnya ke dalam bathup. Mencoba
beradaptasi sejenak hingga tubuhnya menjadi terbiasa dengan panasnya air
yang
menggenang di bathup. Lalu tak lama kemudian, sekujur tubuhnya sudah
masuk
semua ke dalam bathup itu.
“Oooouuuhh… nyaman sekali rasanya.” desahnya lirih.
Diusapnya pangkal luar lengannya yang mulus, pundak, payudara, perut,
paha
hingga kedua betis butir padinya. Dengan perlahan ia menyeka semua
daerah itu
sembari memeriksa kulit mulusnya. Naya memejamkan mata, dan
menenggelamkan
seluruh tubuhnya.
***
Tak terasa, sudah hampir sejam Naya tertidur di bathup. Karena begitu
sadar dari
lelap, jemari tangannya sudah terlihat keriput, dan air yang memenuhi
bathup itu
sudah tak lagi hangat.
Segera saja Naya beranjak dari bathup dan mulai membilas tubuh
langsingnya.
Naya mengambil sabun aroma melati dan membilas bahu serta lengannya
sebelum
pindah ke dadanya.
Mendadak, Naya tersentak kaget saat sabun dan buih-buihnya meluncur di
sekitar
puting payudaranya. Puting berwarna merah muda itu selalu sensitif,
bukan sensitif
lagi, melainkan super sensitif. Sentuhan sepelan apapun, selalu dapat
mengirimkan
getaran kejang ke sekujur tubuhnya.
Puting payudaranya selalu mencuat keras dan begitu menjulang jauh ke
depan,
sehingga terkadang putting itu terasa begitu ngilu jika terhimpit oleh
kain branya.Dan
saat ini, kedua putting payudara itu benar-benar sensitive, keras dan
sakit.
Naya menggosok sabun di sekitar bawah payudaranya sebelum meluncur di
atas
perutnya yang rata. Terakhir dia menyabuni selangkangannya dan meluncur
ke
tungkai pahanya. Dia tergoda untuk membiarkan tangannya berlama-lama di
antara
kakinya, daerah intim wanita yang selalu membuatnya merasa geli
barcampur
nikmat ketika digosok.
“Andai kamu ada disini, mas.” sambil terus mengusap selangkangannya,
kembali
Naya membayangkan kehadiran suaminya.
Rasa licin dan lembutnya sabun yang berada di sekitar puting
payudaranyamembuat
dia terangsang. Ingin sekali rasanya bercinta saat itu juga, namun
Loddy, suami
Naya masih dinas diluar kota. Dan masih ada waktu sekitar seminggu lagi
hingga
suaminya bisa pulang dan menyetubuhinya.
Lagi-lagi. Naya harus menahan birahi yang memuncak itu. Naya ingin
ketika
suaminya pulang, ia akan mendapatkan kebinalan dirinya secara penuh.
Setelah kurang lebih lima menit membilas tubuh, Naya akhirnya menyudahi
mandi
sorenya. Ditariknya karet penyumbat bathup itu dan ia segera beranjak
keluar kamar
mandi. Dikeringkannya tubuh basah itu dengan handuk putih tebal lalu
menggosokkan baby oil ke seluruh kulit tubuhnya.
Mendadak, Naya merasa begitu lapar. Mandi berendam di sore hari seperti
ini
memang sangat menguras stamina. Walau sama sekali tak melakukan
aktifitas
apapun, tubuh seperti baru saja melakukan renang melewati dua pulau.
Dengan rambut yang masih digelung kain handuk, Naya keluar dari kamarnya
dan
menuju ke dapur. Suasana rumah kembali terasa sepi, karena si Mitha
sedang
menjalani hukumannya di dalam kamarnya.
Namun, ketika Naya melewati kamar Mitha, sayup-sayup terdengar suara
cekikikan
yang sangat ia kenal. Dengan cepat, Naya membuka pintu kamar putrinya
dan
melihat kesekeliling ruangan. Mitha yang semula sedang tertawa-tawa,
langsung
menyembunyikan handphone yang ia genggam ke belakang punggungnya begitu
maminya masuk.
“Kesinikan handphonemu…” pinta Naya.
“Buat apa, Mi?” tanya Mitha.
“Kesiniin…!!!” ucap Naya lagi dengan nada sedikit keras.
Dengan berat hati, Mitha melempar handphone itu ke sudut kasur, dekat
dengan
posisi Naya berdiri.
“Mitha smsan ama Rezy, Mii… Bener kok…”
“Yuk kita lihat…”
Merasa pernah muda, Naya tak bisa dibohongi anak semata wayangnya begitu
saja.
Ditekannya tombol hijau di telpon Mitha, menelpon teman putrinya yang
bernama
Rezy.
“Baru juga sms-an bentar, sayang. Mitha udah kangen ama batang abang
udin ya?
Sampe nelpon-nelpon segala…” ujar lelaki dari ujung telephon.
“BANGSAT lo, Din… JAUHI Mitha…!!!” bentak Naya seketika dan mengakhiri
pembicaraan. “Mitha… mami kecewa denganmu. Mami tak mengira kamu masih
berhubungan dengan lelaki mesum itu.”
“Biarin! Mitha cinta bang udin… dan Mitha tak akan tinggal diam melihat
mami
menghalang-halangi hubungan kami…”
“Berani kamu ya?” Emosi Naya meningkat. “Ayo ikut mami… mami tak akan
membiarkanmu seperti ini.”
“Mitha ga mau ikut…” tolak Mitha sengit sambil cemberut dan menyilangkan
lengandi depan dadanya.
“Ikut…!” bentak Naya sambil mencengkeram pergelangan tangan Mitha.
Diseretnya
putri semata wayangnya itu ke arah kamar tidurnya. “Kali ini kita
tukeran kamar
tidur…“ ujar Naya sambil mendorong Mitha secara paksa memasuki kamar
tidurnya.
“Kali ini, kamu akan merasakan, apa itu rasanya dikurung…” tambah Naya
lagi
sambil mengunci pintu kamar tidurnya.
“Mitha benci mami. Mitha ga mau punya mami jahat seperti mami…!”
histeris Mitha
dari dalam kamar Naya.
Sebenarnya, Naya merasa menyesal akan apa yang telah ia lakukan pada
Mitha
barusan. Akan tetapi ia sama sekali tak memiliki jalan keluar tentang
apa yang harus
dilakukan guna memisahkan putri satu-satunya dengan ojek kampung itu.
Naya merasa begitu frustasi, dan berpikir untuk segera menelpon Lody.
Namun,
kembali, ia mengurungkan niatnya. Ia tak ingin membuat suaminya itu
khawatir akan
apa yang terjadi kepada putri satu-satunya tersebut.
Dengan langkah gontai dan pikiran kalut, Naya berjalan kearah dapur dan
membuat
makan malam. Dua porsi besar spageti bakso dan dua gelas orange jus,
satu untuk
dirinya, dan satu untuk Mitha.
Sejahat-jahatnya ibu, Naya tak tega juga melihat putrinya hanya
meringkuk di sudut
tempat tidurnya. “Mitha, nih makan malamnya udah mami siapin, yuk kita
makan
malam bareng.”
Tak ada jawaban sedikitpun dari Mitha. Rupanya saat itu Mitha masih
benar-benar
sebal akan hukuman dari Naya.
Walau sedang menghukum putri semata wayangnya, Naya juga tak tega
melihat
putrinya itu kelaparan. Oleh karena itu, ia sengaja meletakkan makan
malam itu di
dalam kamar tidurnya, lalu kembali keluar dan mengunci kamarnya lagi.
“Aku mami yang sadis…” ujar Mitha dalam hati.
Malam semakin larut, rasa kantuk karena makan malam pun mulai menyergap.
Dan
karena kamar tidur Naya malam ini ditempatin oleh Mitha, mau tak mau
Naya harus
tidur di kamar Mitha.
“Sudah lama juga aku tak pernah berkunjung ke kamar yang mungil ini.”
sejenak,
Naya mengamati sekeliling kamar putrinya. Laptop, TV, audio set, lemari,
rak buku
dan tempat tidur dengan sprei dan selimut berwarna pink. Dinding
berwarna hijau
muda yang ditempeli beberapa poster idola, AC dan dua buah jendela yang
ada
disamping-samping tempat tidur. Tak ada yang special dari kamar itu,
sama seperti
remaja cewe pada umumnya.
Naya kembali berkeliling kamar mungil itu. Di atas meja belajarnya
terdapat
beberapa photo Mitha mengenakan bikini seksi bersama teman-temannya
ketika
berenang di pantai beberapa tahun lalu. Melihat tubuh putrinya
mengenakan bikini,
Naya benar-benar bersyukur karena telah memiliki putri yang cantik
seperti Mitha.
Perhatian Naya mendadak tertuju pada laptop Mitha. Laptop itu masih
aktif karena
lampu indicator masih menyala. Penasaran akan apa yang ada dalam laptop
Mitha,
Naya segera membuka laptop itu.
Tak ada sesuatu yang disembunyikan di laptop itu, hanya berisi
tugas-tugas
sekolah, photo dan beberapa game. Namun, ketika sedang asyik-asyiknya
„menggeledah‟ isi laptop Mitha, Naya menyadari ada sebuah folder yang
sangat
mengganggu. Folder berisikan gambar-gambar Mitha yang menurutnya kurang
sesuai dengan gambaran anak berusia 15 tahun.
Folder itu berisikan photo-photo dari catatan sex Mitha semenjak dia
berkenalan
dengan Udin. Mitha sepertinya sengaja mendokumentasikan segala macam
coretan
tangannya dengan cara memphotonya dan menyimpannya di dalam laptop.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan kapan Udin mencium Mitha.
Coratcoretan
vulgar yang menggambarkan gimana rasanya putting ketika dijilat.
Coratcoretan
vulgar yang menggambarkan apa rasa pejuh ketika masuk mulut.
Coratcoretan
vulgar yang menggambarkan sketsa kelamin pria yang sama sekali tak
proporsional dengan postur tubuhnya dengan tulisan “batang Bang Udin
Tersayang”
dan gambar kecupan bibir di sekujur gambarnya.
Dan yang paling parah, Mitha memiliki beberapa photo penis Udin kampung
itu.
Mulai dari kondisi lemas, setengah ereksi, ereksi sempurna, blowjob,
hingga photo
penis yang sudah memuncratkan pejuhnya di mulut Mitha.
“Ya ampun, sudah sejauh inikah hubungan mereka?” Tak tahan dengan
pikiran yang
mendadak menghantui, Naya segera mematikan laptop putrinya dan duduk di
tempat tidur. Dengan nafas yang masih menderu-deru, Naya mencoba
menenangkan diri.
Satu hal yang dipikirkan Naya semenjak ia melihat photo-photo catatan
Mitha. “Udin
harus sesegera mungkin dijauhkan dari kehidupan Mitha. Ya, itulah
satu-satunya
cara untuk membuat Mitha kembali nurut seperti dulu lagi.” batin Naya
sembari
menenggak seluruh jus orange sisa makan malam itu hingga tak tersisa.
Mendadak, kepala Naya pusing. pandangan matanya kabur, dan kelopak
matanya
menjadi sangat berat.
***
Naya tiba-tiba terbangun dalam keremangan lampu kamar. Dia tidak tahu
berapa
lama ia telah tertidur. Kepalanya masih terasa berat dan nafasnya
terengah-engah.
Dengan paksa, Naya mencoba untuk membuka mata. Namun sejauh ini, hanya
kegelapan yang dapat ia tangkap dengan kedua mata bulatnya.
“Kenapa dengan tubuhku?” tanya Naya dalam hati. Jantungnya berdetak
lebih cepat
dari biasanya, nafasnya panas dan pendek, badannya terasa hangat dan
enteng.
“Apa aku terkena demam karena terlalu lama berendam?” tanya Naya lagi.
Naya merasa fantastis. Seluruh tubuhnya terasa begitu berbeda dari
biasanya.
Kulitnya terasa begitu kencang, begitu sensitive, hingga ia mampu
merasakan
semilir hembusan angin dari lubang hidung yang menerpa tubuhnya.
Payudaranya
membesar dan mengeras dengan putting yang seolah tak mau mengalah, ngilu
dan
bengkak.
Anehnya, dia tidak merasa lelah sama sekali. Setiap kali ia
menggeliatkan badan,
gesekan antara kulit dan kain sprei menimbulkan gelitikan aneh di
sekujur tubuhnya
yang membuatnya seketika merinding nikmat.
“Ooouhh… sssshh… ada apa dengan diriku ini?” tanya Naya sambil terus
menggeliatkan tubuhnya, menggesek-gesekkan tubuh sintalnya dengan kain
sprei.
“Mas Loddy… Kamu kok lama sekali sih pulangnya?!” Naya tiba-tiba
mengigaukan
kehadiran suaminya. Malam ini, ia benar-benar merasa kangen dengan suami
tercintanya. Hingga ia menyadari, ada sesosok manusia yang berdiri di
sudut kamar.
“Mas loddy, itu kamu ya?” tanya Naya. “Kamu pulang lebih cepat ya mas?
Sini, mas,
mendekat. Adek kangen banget sama kamu, mas. Sini!” pinta Naya sambil
melambaikan tangannya pada sosok tersebut.
Sosok itupun mendekat dan duduk disamping tempat tidur. “Mas Loddy, kamu
kok
diam saja, kamu nggak kangen ya sama istrimu yang kesepian ini?” Dalam
gelap,
Naya langsung memeluk sosok lelaki yang ada disamping tempat tidurnya
itu dan
menciuminya bertubi-tubi.
“Mas, kamu tahu nggak, mendadak adek pengen begituan. Kamu tau khan,
mas,
sudah lebih dari 2 minggu adek tak kamu jamah, mas. Yuk, mas. Kamu mau
khan?”
Sosok itu mengangguk.
“Nah, gitu donk, mas. Ayo sekarang buka semua bajumu, mas. Adek udah
bener bener nggak tahan lagi, mas, pengen buru-buru ngerasain sodokan
batang
perkasamu.”
Perasaan kangen yang turut ditunjang dengan birahi yang mendadak muncul,
membuat Naya tak sanggup lagi menahan keinginan dirinya untuk disetubuhi
secepatnya. Naya tak peduli jika suaminya baru tiba, Naya tak peduli
akan rasa
capai yang mungkin saja dialami suaminya, yang jelas, malam itu dirinya
harus
mendapat kepuasan yang sudah beberapa hari ini Naya inginkan.
Mengiyakan keinginan Naya, sosok itupun segera melucuti semua pakaian
yang
menempel di tubuhnya. “Kamu tiduran aja ya, dek…” ujar sosok itu dengan
nada
yang berat.
Sebuah tangan menyentuh kaki Naya dan naik ke lututnya. Sosok itu
berayun dan
berlutut di antara kakinya, membungkuk dan memberikan ciuman basah di
lutut dan
paha Naya.
Perlahan namun pasti, ciuman demi ciuman mulai bergerak naik ke arah
selangkangan Naya. Ciuman demi ciuman membawa gelijang geli pada paha
dan
vagina. Membuat sekujur tubuhnya menjadi merinding.
“Ooohhh, mas… Stop, mas… Geli…“ desah Naya yang sepertinya kurang setuju
akan perlakuan sosok suaminya itu. “Geli, mas…“
“Kamu suka?” tanya sosok itu singkat.
“Ho‟oh… cuman adek heran, tumben kamu mau jilat-jilat kaki adek?“
“Kenapa?”
“Biasanya kamu khan ga pernah melakukan foreplay. Adek suka, mas…” desah
Naya yang merasa keenakan akan stimulus lidah sosok suaminya.
“Kali ini aku punya kejutan yang pasti akan membuatmu suka, dek…”
“Kejutan apa, mas? Kamu mau apa?”
Mendadak, sosok itu menghentikan jilatan lidah pada kaki Naya, dan
langsung
berpindah naik ke atas. Mulai menjilat celah vagina Naya yang sudah
membanjir
basah.
“Lendir kamu banyak sekali, dek…” ujar sosok suami Naya.
“Mas, kamu mau apa? Kamu tahu adek nggak suka dijilat di situ.” Naya
mengingatkan suaminya, tapi entah kenapa tubuhnya seolah mengijinkan
lidah
suaminya bermain disitu.
“Nikmatin aja, dek…”
“Yah, mungkin malam ini adek pengen nyobain sesuatu yang beda.” suara
Naya
meninggi ketika ciuman sosok suaminya itu jatuh di bibir vaginanya.
Lidah basah itu
bekerja dengan cepat dan efisien. Membuat lendir kenikmatannya membanjir
dengan deras.
“Geli, mas… geli…” ujar Naya yang baru kali pertama merasakan oral seks.
Dan
dengan kedua tangannya, Naya mencoba mendorong suaminya menjauh dari
vaginanya yang meranum merah. Namun, tubuh suaminya yang cukup kurus itu
terlalu kuat.
“Memek kamu wangi banget, dek…” puji sosok suami Naya yang semakin
gencar
menjilat dan menyerucup semua lendir vagina Naya.
“Bentar, mas… bentar… adek merasa geli sekali…” Naya menggoyangkan
pinggulnya ke kiri dan ke kanan, mencoba menghindar dari jilatan buas
suaminya
yang terasa begitu nikmat itu. Merasa tak tahan lagi akan gelitik rasa
geli pada
vaginanya, Naya mencoba mendorong kepala suaminya. Di sentuhnya pipi
suaminya yang sekarang terasa kempes.
“Shhh… Kamu kurusan, mas…” komentar Naya setelah menyentuh wajah
suaminya
dalam gelap. “Ooouuggghhh… Enak, maaass…”
Mendengar Naya mulai menikmati jilatan lidah kasarnya, sosok suami Naya
pun
semakin bersemangat lagi untuk mengoral vagina tak berbulu milik
istrinya itu.
Naya menyambut keberingasan suaminya dengan meminta kepala yang ada
diantara selangkangannya semakin aktif dalam menstimulus vagina dan
klitorisnya.
Tangan Naya naik dari pipi ke rambut suaminya. Naya mendapati rambut
suaminya
sudah panjang, dengan pony yang sepertinya sudah menjuntai melebihi
alis.
“Oooouuugghh… Tuhaaaan… enak sekali, mas…” jerit Naya sambil
mencengkeram
kepala suaminya ketat supaya ia membenamkan lidahnya lebih dalam.
Mendadak, salah satu tangan suaminya menggapai naik, ke arah payudara
Naya
dan mulai meremas bongkahan dadanya dengan perlahan. Suaminya meremas
puting tegaknya, lalu dengan perlahan ibu jari dan jari telunjuk mulai
menyentil,
memelintir dan menyentak putting Naya dengan gaya yang berbeda. Jauh
lebih
kasar daripada biasanya.
Tiba-tiba, pinggul Naya menjadi tidak terkendali, dia akan orgasme.
“Mas…
maaassss… adek mau dapet, mas… ooouugghhh…“ jerit Naya menjadi-jadi
ketika
stimulus lidah kasar suaminya semakin beringas. “Oooouugghhh… jilat
memek adek
terus, mas…”
Rupanya, apa yang pada awalnya Naya kurang begitu suka, sekarang ia
mulai menikmatinya. Terbukti dari jeritan dan desahan mulutnya yang
berkali-kali meminta sang suami supaya memberikannya orgasme secepat
mungkin.
“Maasssss… adek mau keluuuaaa…”
Namun mendadak, suami Naya itu menghentikan jilatan lidahnya. Berhenti
seketika
dan menatap Naya yang tergolek lemah di depan wajahnya.
“Aaaaahhh… maaasss… kok berhenti…?” Dengan nafas yang masih
terengahengah,
sejenak, Naya merasa begitu sebal akan perlakuan suaminya barusan. Coba
suaminya itu meneruskan jilatan lidahnya, pasti saat ini naya sudah
menggelijanggelijang keenakan karena orgasme oral pertamanya. Orgasme
yang sama sekali belum pernah ia dapatkan dari daging yang bernama
lidah.
“Yuk, mas… adek udah nggak tahan…” pinta Naya yang sudah tak mampu lagi
menahan desakan gejolak birahinya.
Naya merasa begitu menginginkan hadirnya batang penis suaminya untuk
menggaruk kegatalan yang ada di dalam lubang vaginanya. Naya merasa,
inilah
saatnya bercinta setelah beberapa minggu ditinggalkan suaminya keluar
kota.
“Mas… yuk, mas… sodok memek adek, mas… adek udah ga tahan lagi…” ujar
Naya sambil meminta badan suami yang masih berada di selangkangannya
untuk
naek ke atas dan menindih tubuh langsingnya.
Tanpa membuang waktu lama, Naya menjulurkan tangannya kebawah dan
meraihselangkangan suaminya. Walau masih dalam kondisi kamar yang
remang,
dengan sigap, Naya mampu menangkap batang panjang milik suaminya. “Titit
kamu
keras sekali, mas… jauh lebih keras dari biasanya…”
Ada perasaan bangga yang dirasa oleh Naya begitu ia menggenggam penis
panjang
suaminya. Karena setelah lebih dari 15 tahun menikah, suaminya masih
menghargai
keseksian dirinya dengan bisa ereksi sekeras ini. Bagi Naya, kerasnya
ereksi adalah
salah satu penghargaan lelaki yang bisa ditunjukkan kepada wanitanya.
Tapi, malam ini penis suaminya itu terasa begitu berbeda. Sangat jauh
berbeda.
Naya merasa, batang panjang yang menggelantung di selangkangan suaminya
itu
bukanlah daging penis seperti yang biasa ia rasakan selama ini. Naya
merasa
daging itu lebih mirip pentungan kayu, sama sekali bukan lipatan daging
lembek
seperti biasanya.
“Titit kamu beda, mas… rasanya kok panjang banget ya?“ tanya Naya
keheranan.
Namun karena keinginan Naya untuk segera mendapatkan birahi sudah
terlalu
tinggi. Ia sama sekali tak mempedulikan keanehan batang suaminya itu,
dan dengan
sigap Naya menarik batang penis suaminya itu mendekat ke arah celah
vaginanya
yang sudah membanjir basah oleh cairan pelumas.
Malam itu Naya benar-benar sudah terlalu bernafsu. Ia seolah sangat
menginginkan
untuk dapat merasakan kenikmatan persetubuhan. Ia ingin segera dapat
merasakan
gelinjang orgasme.
“Pokoknya aku harus puas malam ini…” desah Naya pada sosok suaminya itu.
“Iya, dek… kamu bakal mendapatkan semuanya itu malam ini.”
“Buruan, mas… Setubuhi istrimu ini.” semburnya keluar. “Adek pengen
ngentot,
mas… Entotin adek sekarang.” Naya mendadak heran, tak pernah dalam
sejarah
kamus hidupnya ia menggunakan pemilihan kata kasar ketika bercinta. Ia
selalu
berkata “ Tusuk atau sodok”. Ia tak pernah menyebut kata “Entot”
Dan itu kata jorok pertamanya ketika lebih dari 15 tahun bercinta
Naya membuka kedua pahanya lebar-lebar, seolah mempersilakan batang
panjang
suaminya untuk dapat segera berkunjung ke rahimnya. “Titit kamu besar
banget,
mas…” puji Naya berkali-kali kepada suaminya itu. “Adek pasti puas malam
ini…”
Walau sedang dalam kondisi birahi tinggi, Naya sekilas berpikir akan
perubahan
penis suaminya saat ini. Penis itu tumbuh menjadi begitu besar dan
panjang.
Bahkan tumbuh terlalu besar. Karena ketika kepala penis itu mulai
mendobrak
pertahanan celah kewanitaannya, timbul rasa sakit yang tak pernah Naya
rasakan
selama ini.
“Pelan-pelan, mas… sakit banget…” desah Naya sambil mencoba merasakan
enaknya persetubuhan itu.
Namun, entah karena sudah terlanjur merasakan enak, atau karena
sama-sama tak
sabar untuk merasakan nikmatnya persetubuhan, sosok itu sama sekali tak
menggubris permintaan Naya, karena yang terjadi, suami Naya itu terus
mendorong
batang panjangnya untuk masuk kedalam celah sempit yang sudah membanjir
basah itu.
Secara berkala, sodokan demi sodokan mulai membuka celah kenikmatan
Naya.
Menghantar gelombang geli, sakit dan nikmat yang tak terucap. Hingga mau
tak
mau Naya harus membuka membuka kakinya lebar-lebar guna mengakomodasi
besarnya batang penis yang ada diantara pahanya.
“Penis Loddy tampaknya telah tumbuh begitu besar hingga saat ini,
vaginaku terasa
begitu penuh…” batin Naya.
Naya merasa, jika ujung penis suaminya terasa seperti bola golf yang
sangat besar
dan keras. Walaupun saat itu Naya sudah membuka paha dan vaginanya
lebarlebar,
tetap saja, malam itu, ia merasa seperti perawan yang sama sekali belum
pernah bercinta sedikitpun.
Sakit, perih dan tersiksa.
Semua terasa sama sekali tak proporsional. Karena malam itu, yang Naya
rasakan
bukanlah rasa nikmat seperti persetubuhan yang biasa mereka rasakan .
Melainkan
lebih mirip seperti sakitnya vagina ketika melahirkan.
Dan dari rasa sakit ini, mendadak Naya sadar, benar-benar sadar, jika
penis
suaminya ini begitu besar, malah terlalu besar.
“Apakah sekarang Lody menggunakan Viagra?” pikir Naya. Karena hanya
itulah
satu-satunya pemikiran yang muncul di otak Naya.
Kembali, rasa dan keinginan untuk dapat segera merasakan kenikmatan
orgasme
melanda pikiran Naya. Sehingga, guna mencapai itu semua, mau tak mau
Naya
harus mengesampingkan rasa sakit yang teramat sangat di vaginanya itu.
Sejenak Naya mencoba memejamkan mata, berkonsentrasi penuh untuk
menghilangkan rasa sakit dan mencoba focus kepada kenikmatan sodokan
batang
panjang suaminya.
“Kesempatan nikmat seperti ini tak boleh aku sia-siakan…” batin Naya
sembari terus
mengakomodasi batang panjang suaminya yang sudah banyak terbenam di
vaginanya. “Terlebih dengan segala macam kesibukan pekerjaan Loddy yang
semakin tinggi… Aku harus puas… aku harus puas…”
“Nggak tiap hari aku bisa merasakan kenikmatan bersetubuh…” pikir Naya
lagi.
“Terlebih dengan adanya Mitha yang sekarang sudah semakin dewasa… Tak
bisa
lagi setiap saat, aku dan Loddy bebas bercinta.”
Pikiran Naya untuk beberapa saat kembali pada Mitha, putri semata
wayangnya
yang sekarang sedang menjalani hukuman kurung di kamarnya, mitha yang
semakin
susah diatur, semakin bandel, dan sedang kasmaran dengan ojek kampong.
“Aku harus segera membicarakan masalah ini dengan Loddy besok… yang
jelas,
sekarang aku harus puas terlebih dahulu. Tapi…” tiba-tiba, Naya segera
tersadar.
Naya dan Mitha khan baru saja bertukar tempat tidur. Yang ada di kamar
tidur Naya
adalah Mitha, dan yang sedang berada di kamar Mitha adalah Naya.
“Mas, kok kamu tahu adek tidur disini?” tanya Naya sedikit heran.
Alih-alih
menjawab pertanyaan Naya, Loddy semakin memperdalam sodokan penisnya.
“Aaahhhsss… Maaas… Kok kamu bisa tahu adek ada disini? “ tanya Naya
sambil
keenakan.
Heran, bingung, sekaligus penasaran. Berjuta pertanyaan tiba-tiba timbul
dalam
pikiran Naya. Bagaimana suaminya bisa tahu jika dia malam ini tidur di
kamar
putrinya?
“Ini aneh sekali, mas… benar-benar aneh.“ gumam Naya. “Terlebih, titit
kamu. Tidak
seperti biasanya. Titit kamu terlalu besar, mas…”
“Ya beda lah…” ujar sosok lelaki yang masih menindih tubuh langsing Naya
dan
menyodok-nyodokkan sekujur batang penis panjangnya ke dalam celah
kenikmatan
Naya yang membanjir basah.
”Karena aku bukan suami tante…!!!”
DEG…!!!
Mendengar perkataan sosok yang sedang menyetubuhinya itu, jantung Naya
seolah
berhenti berdetak. Sekilas, dari suara dan cara bicaranya, Naya tahu
siapa sosok
yang sedang bercinta dengannya. Sekilas, dari postur tubuh, potongan
rambut dan
aroma tubuhnya, mia mengenali siapa sosok yang saat ini sedang
menyetubuhinya.
Dan sekilas, dari ukuran batang penisnya yang jauh dari normal, Naya
yakin jika
sosok yang sedang memberikan kenikmatan duaniawi ini adalah…
Udin!!!
“Tante bakal suka batang panjang saya… tante bakal merasakan bagaimana
batang
besar ini akan memuasin memek gatel tante…” suara mesum itu kembali
terdengar
dengan jelas. Suara yang beberapa saat lalu sangat ia benci. Suara yang
beberapa
saat lalu sangat hina ditelinganya. Suara yang jelas-jelas bukan milik
suaminya.
“Udin?” tanya Naya dengan nada benar-benar panik. Sebelum ia
menutuptangannya
ke mulutnya.
“Iya, tante… saya Udin… pacar Mitha…”
Astaga, ternyata sosok yang saat ini sedang menyetubuhi dirinya bukahlah
Lody,
suami Naya. Sosok itu adalah Udin, si ojek kampung pacar Mitha, anak
semata
wayangnya.
Tak pernah sekalipun Naya membayangkan akan terjadinya situasi seperti
ini. Naya
tahu sekali akan Loddy suaminya yang sangatlah pencemburu. Senyum
sedikit ke
lelaki lain saja, bisa membuat Lody menjadi uring-uringan, apalagi
sampai
melakukan perselingkuhan. Naya tak bisa membayangkan betapa murkanya
Loddy
jika dia sampai tahu wanita yang ia nikahi, saat ini sedang bersetubuh
dengan orang
lain.
“Bangsat lo, Din… cepet cabut tititmu… Cabut…!!!” Dengan segenap tenaga,
Naya
berusaha mendorong tubuh Udin. Namun sekuat-kuatnya tangan ramping Naya,
ia
seolah mendorong tembok. Tubuh kurus Udin sama sekali tak bergerak,
sedikitpun.
“Tante… Memekmu seperti memek perawan, peret banget…” kata Udin.
“Bangsat lo, Din… Bangsat… CABUUUTT…!!!” Tak kehabisan akal, Naya mulai
memukul-mukulkan genggaman tangannya ke wajah tukang ojek itu.
Tapi, Udin yang sudah merasa berada diatas angin, segera menangkap kedua
pergelangan tangan Naya dan langsung melentangkannya jauh-jauh kearah
samping, sehingga Naya yang dalam posisi tak berdaya, lebih terlihat
seperti orang
yang pasrah daripada orang yang meronta-ronta.
“Bangsat lo, Din… Cabut titit lo, Din… Cabut…!!!”
Melihat Naya yang masih mencoba meronta, Udin tak kehabisan akal. Mulut
dengan
bibir tebalnya langsung ia majukan kedepan, menyeruput putting kiri Naya
yang
tegang kemerahan.
Melihat posisi yang sangat tak menguntungkan ini, “Ooouuugghhhh… Sshhh… “
mau tak mau Naya hanya bisa melengguh. “Ouuhhhggg… Bangghsaaat lo,
Diinn…”
ujar Naya yang seolah mencoba merasakan gelijang kenikmatan pada puting
payudaranya. Sejenak rontaan tangannya mereda, dan tubuhnya melemas.
Melihat Naya yang sudah takluk akan jilatan dan kenyotan bibirnya, Udin
tak
langsung mendiamkan wanita jajahannya begitu saja. Dengan gerakan
perlahan,
Udin yang merasa jika sekujur batang penisnya sudah sepenuhnya masuk ke
dalam
vagina Naya, mulai menggerakkan batang panjangnya mundur
“Bener nih tante ga mau ngentot ama Udin?” tanya tukang ojek itu dengan
nada
menggoda sambil mulai menggerak-gerakkan batang penis yang sudah
menancap
dalam di vagina Naya.
Mendengar suara cabul Udin, Naya yang semula terlena seolah kembali
tersadar.
“Bangsat lo, Din… CABUT BANGSAT… CABUT…!!!” Naya meronta lagi
sejadijadinya.
Udin yang masih merasa diatas angin kembali menggoda keimanan vagina
Naya.
Dengan tak mengurangi gerakan-gerakan menyodok pelannya, ia terus
menggoda
liang kenikmatan Naya dengan batang penis raksasanya. Udin tahu, jika
walau Naya
berkata bahwa ia sama sekali tak menginginkan persetubuhan yang
terlarang ini,
vagina Naya berkata hal yang berbeda.
Vagina Naya sudah sangat becek dan merekah merah. Lendir yang keluar
dari
akibat persetubuhan batang dan celah kenikmatan ibu satu anak ini pun
tak dapat
berbohong. Merembes, banjir keluar dengan derasnya dan mulai berubah
menjadi
busa-busa putih.
“Bener nih tante ga mau Udin entotin?” goda Udin.
“Cabut, Din… Cabuuuuuttt…!!!” Ujar Naya sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya.
“Ya udah kalo tante nggak mau… Udin bakal cabut batang ini.” ujar Udin
santai.
Dibenamkannya batang panjang miliknya itu untuk terakhir kalinya,
sebelum ia
benar-benar mencabut keluar secara perlahan.
“Ouuuhhhh…” erang Naya ketika merasakan penis besar Udin itu terbenam
seluruhnya ke dalam liang kenikmatannya dan menyentuh dinding terdalam
dari
vaginanya. “Titit Ojek kampung ini benar-benar enak… Titit ini mampu
menggelitik
vagina terdalamku… Beda sekali dengan titit mas Loddy… Benar-benar
beda…”
galau batin Naya. Matanya terpejam, dan bibir bawahnya tergigit.
Tiba-tiba, timbul perasaan galau dari dalam pikiran Naya ketika Udin
mulai
mencabut batang panjang penisnya. Naya merasakan sensasi yang aneh. Naya
merasa begitu kosong. Naya merasa, seperti ada kesedihan yang mendalam
seiring
tercabutnya penis panjang Udin dari vaginanya.
Depresi di wajah cantik Naya terlihat begitu besar, dan entah apa yang
ada dipikiran
Naya saat itu sehingga pada akhirnya, kaki Naya mendadak merangkul
pinggang
Udin, menahan gerakan mundurnya dan meminta untuk maju kembali.
“Kok kaki tante nahan pantat Udin? Tadi bilangnya suruh nyabut…”
Galau, bingung, benci, dan pingin. Semua perasaan itu bercampur menjadi
satu.
Memang sih, penis Loddy tak sebesar penis Udin. Penis Loddy juga tak
sepanjang
penis Udin. Dan yang paling nyata, penis Loddy tak seenak penis Udin.
Setetes air mata meleleh dari sudut matanya. Membayangkan kenikmatan
dosa
yang sedang ia lakukan. Naya harus segera memutuskan. Persetubuhan ini
adalah
salah. Benar-benar salah. Naya adalah wanita yang terhormat, walau ia
tak
menjabat apapun, namun di mata tetangga dan lingkungannya, derajat Naya
cukup
tinggi. Cukup disegani.
Disatu sisi, Naya sangat menginginkan persetubuhan ini, Naya sangat haus
akan
sensasi orgasme yang sudah lama tak ia rasakan dari penis Loddy,
suaminya, dan
entah kenapa, Naya mulai menikmati debaran aneh yang menggelora dalam
dadanya dan vaginanya.
Namun, kembali naya bimbang, tak peduli berpedoman pada alasan apapun,
namanya selingkuh adalah hal yang sangat salah. Naya harus memutuskan
sesuatu. Harus…
“Entot aku, Din…” desah Naya dengan bibir yang masih tergigit.
“Hah! Udin ga salah denger nih, Tan?” tanya Udin.
“Gila! Kamu gila, Naya… kamu bakal bercinta dengan orang yang sama
sekali
bukan suamimu.” pikiran sehat Naya mencoba menyadarkannya. “Dia hanyalah
tukang ojek…”
Tapi, benar kata pepatah “Nafsu mampu merubah segalanya…”
“Iya… Entot aku, Din… Entot aku dengan kasar…” pinta Naya dengan kalimat
kotor.
Pada akhirnya, Naya tak bisa lagi menghiraukan akan segala macam norma
ada
yang berlaku. Saat ini, hanya satu hal yang benar-benar ia inginkan.
Mendapat
kepuasan dengan maksimal.
Kembali, Naya menggerak-gerakkan kakinya yang masih melingkar di
pinggang
Udin. Kaki jenjang itu seolah meminta pinggang Udin untuk kembali maju,
menabrakkan batang panjang penisnya ke liang senggamanya yang terdalam.
“Entotin aku, Diiinnnn… Entotin aku…” Naya berkata tanpa berpikir.
Pikirannya seolah tertutup oleh kenikmatan dari penis besar Udin. Penis
yang terasa seolah selalu bergetar di setiap saraf vaginanya. Vagina
gatal yang selalu haus akan
gelitikan urat-urat penis ojek kampung ketika meluncur keluar masuk.
Naya merasa penis Udin mampu menyentuh daerah terjauh vaginanya. Penis
itu
seolah menggapai dan menggaruk hingga sangat dalam, menekan rahimnya
dengan keras setiap kali ia sodok.
“Tante bakal puas… Tante ga bakal kecewa… dan tante bakal menginginkan
k**ol
Udin untuk selalu dapat memuaskan tante…” Tanpa mengambil ancang-ancang,
Udin segera menghajar liang senggama milik ibu kekasihnya itu. Menghajar
dengan
sekuat tenaga, menusukkan dalam-dalam penis berukuran ekstranya.
Tanpa rasa ampun.
“CPAK… CPAK… CPAK… CPAK… CPAK…” suara tumbukan penis dan vagina
basah terdengar begitu keras di tengah suasana malam yang gelap ini.
“Ooouuhhh… Memekmu benar-bener enak, Tan… Jauh lebih enak dari memek
pelacur di kampung sebelah…” desah Udin yang semakin mempercepat sodokan
di
vagina Naya.
“Kurang ajar, vagina terawat milikku dibandingkan dengan vagina pelacur
murahan.”
batin Naya.
“Sumpah… Enak banget, Tantekuuu… sepertinya Udin bakal cepet keluar nih,
Tan,
kalo peretnya memek tante kayak gini…” Merasakan kenikmatan jepitan
vagina ibu
satu anak ini, Udin seolah kesetanan. Matanya merem melek, dan mulutnya
terus
melumat kedua putting payudara Naya. Seolah tak mau kalah, Naya pun
merasakan
hal yang serupa. Gatal di vaginanya seolah terobati oleh sodokan-sodokan
kasar
ojek kampung yang semula tak ia sukai itu.
Saat ini, Naya sama sekali tak merasakan adanya perasaan jijik
sedikitpun ke Udin.
Tak ada perasaan marah, ataupun benci. Dan anehnya, vaginanya yang
beberapa
saat tadi terasa begitu perih menyakitkan, akibat sodokan penis panjang
Udin, saat
ini tak terasa menyiksa lagi. Malah, penis besar, hitam, dan menyeramkan
itu,
sekarang terasa begitu enak.
“Tante, Udin mau keluar…” ujar ojek kampung itu tiba-tiba.
“Ooouuhh… Kamu pake kondom khan, Din?” tanya Naya keenakan.
“Enggak. Udin kalo ngentot ga pernah pake kondom.”
“Sialan…” jerit Naya.
“Tapi tenang saja, Tan… Tante ga bakalan hamil ketika pertama kali
bercinta
dengan orang baru… terlebih jika tante merasa keenakan.” kata Udin
dengan muka
serius.
“Pemikiran bodoh, aneh dan menyesatkan darimana itu?” tanya Naya.
“Dari teman-teman Udin lah, Tan.” jawab Udin lagi.
“Cabut tititmu ketika kamu keluar… Jangan keluarin spermamu di dalam
memekku…” pinta Naya.
Seperti sepasang pedagang dan pembeli yang sedang dalam proses
negosiasi,
Naya dan Udin pun tawar menawar sembari saling merasakan kenikmatan
persetubuhan yang mereka lakukan.
“Yah… kalo ga boleh di dalem, trus dikeluarin dimana donk?”
“Di kamar mandi aja.”
“Nggak mau ah… Kalo Udin ga boleh keluarin peju di memek Tante, Udin mau
Tante sepongin k**ol Udin, trus pas Udin mau keluar, Tante telan peju
Udin…”
“Nggak mau…”
“Ya udah… Kalo gitu Udin tetep keluarin peju Udin di memek Tante…” ujar
Udin
sambil terus menyodok-nyodokkan penis panjangnya ke Naya.
Seumur-umur, Naya belum pernah melakukan oral seks. Apalagi sampai
menelan
sperma lawan mainnya.
“Ternyata… Tante ga sehebat Mitha!” Ujar Udin tiba-tiba sambil
menghentikan
gerakan sodok-menyodoknya.
“Kenapa dengan Mitha?”
“Ya udah deh… Gapapa… Kali ini Udin keluarin peju di kamar mandi… Besok
pagi
aja Udin minta Mitha buat nyepongin k**ol Udin…”
DEG…!!! Kembali, detak jantung Naya seolah berhenti berdetak setelah
mendengar
kata-kata Udin barusan.
Tukang ojek ini bakal meminta putri satu-satunya buat mengoral penisnya
jika Naya
tak mau mengabulkan permintaannya. Dan seolah tahu akan kelemahan utama
Naya, Udin menyengir lebar.
“Besok kamu minta Mitha nyepongin k**ol mu, Din?” tanya Naya bingung.
“Iya… abisnya Tante ga mau nyepongin k**ol Udin…” jawab Udin enteng.
“Kalo tante sepongin k**ol mu… kamu ga bakal minta ama Mitha lagi khan,
Din?”
“Iya. Kalo tante selalu muasin k**ol Udin… Udin ga bakal minta Mitha
lagi.”
Naya tak bisa berpikir jernih jika sudah disangkut pautkan dengan putri
kesayangannya. Seolah kehilangan kesadaran, akhirnya Naya menyetujui
permintaan aneh Udin.
“Jadi gimana, tan? Tante bakal sepongin k**ol Udin khannn?” tanya Udin
yang
seolah sudah tahu jawabannya.
“I-iya, Din…” jawab Naya terpaksa.
“Mulut tante bakal nerima pejuh Udin?”
“Iya…”
“Tante bakal bakal telen pejuh Udin?”
“…” tak menjawab pertanyaan terakhir Udin, Naya hanya
mengangguk-anggukkan
kepalanya.
“Gila Naya… Kamu sudah benar-benar gila…!” Selama ini, membayangkan air
mani
saja sudah membuat Naya merasa mual, apalagi menelan sperma. Itu hal
yang
sangat menjijikkan, tapi, setelah dipikir-pikir, hal itu jauh lebih baik
daripada
kemudian ia mendapati dirinya hamil karena benih tukang ojek.
“Okelah kalo begitu… sekarang Tante bakal merasakan gimana nikmatnya
k**ol
Udin…” Merasa senang karena permintaaannya dikabulkan Naya, Udin kembali
mengambil ancang-ancang. Membetulkan posisi paha Naya dan meletakkan
betis
kaki jenjang Naya pada pundaknya. Kali ini Udin bakal melancarkan
sodokansodokan
brutalnya dengan cara yang lebih brutal.
Naya yang sudah pasrah, mendadak merasakan kenikmatan dari hal yang
dinamakan persetubuhan. Rasa nikmat yang sudah lama tak ia rasakan. Rasa
nikmat yang sudah lama tak ia peroleh dari suaminya.
“Sssshh… Oooouuggghhh… Diiinnn… Sssshhhh…” desah Naya.
Naya tak lagi banyak berbicara. Ia hanya mendengus dan mengerang. Naya
mulai
menyerah pada kenikmatan dan kedatangan gelombang orgasme dari batang
panjang tukang ojek yang dulu ia benci. Ibu 34 tahun ini terlihat begitu
menikmati
permainan cintanya yang ia lakukan dengan batang panjang milik pacar
putrinya.
Naya mulai menancapkan kuku jemarinya dan melenguh begitu keras setiap
kali
Udin menyodorkan penisnya secara brutal dan tak menentu. Naya di ambang
orgasmenya lagi. Namun kali ini gelombang orgasme yang akan datang, jauh
lebih
besar dari gelombang orgasme beberapa saat lalu.
Kakinya secara otomatis dia dirangkulkan ke pinggang Udin. Meminta-minta
supaya
Udin membenamkan dengan ganas semua batang panjang itu kedalam
kemaluannya. Hingga pada akhirnya…
“Ooooouuuuggggghhh… Dddiiiinnnnnn…” teriak Naya sembari mencakar
punggung
hitam Udin. Orgasmenya pecah. Orgasme yang sudah lama ia nantikan
akhirnya
dapat ia rasakan juga. Orgasme besar yang baru kali ini ia rasakan.
Orgasme yang
ia peroleh bukan dari suami yang ia cintai.
“Udin juga keluar, Tanteee…” teriak Udin sambil mencengkeram keras buah
dada
Naya. “Kita keluar bareng-bareng…”
“Ooooouuuggghhh…“ tubuh Naya tiba-tiba mengejang. Punggungnya membusur
ke
belakang, kepalanya mendongak keatas dan bola matanya memutih terbalik.
Naya
merasa tubuhnya begitu hidup. Karena kedutan orgasme yang menyerang
sekujur
organ kewanitaannya begitu hebat.
“Ssshh… Tantee… Ennaaaakkk baaanngeeettt… Ooouuuggghhhtt…” teriak Udin
begitu batang penis panjangnya memuntahkan lahar kenikmatan.
Kaget mendengar teriakan Udin, Naya buru-buru sadar. “Oh tidak,” ujarnya
tergagap. “Tarik keluar, Din…”
Walau mendengar permintaan Naya, namun Udin sepertinya sudah tenggelam
dalam kenikmatan yang ia terima dari vagina Naya. Alih-alih mencabut
penis dari
vagina, ia malah tersungkur jatuh ke depan. Menimpa tubuh sintal Naya.
Telat. Penis Udin memuncratkan tujuh gumpalan panas ke dalam vagina
Naya.
Tujuh gumpalan sperma yang langsung memenuhi rongga rahimnya. Tujuh
gumpalan sperma yang bakal membuat Naya hamil.
Tapi entah apa yang ada di pikiran Naya saat itu. Karena walau baru saja
menerima
semua sperma tukang ojek kampung itu, Naya hanya bisa terdiam sambil
sedikit
tersenyum.
“Panas sekali sperma tukang ojek ini…” batin Naya.
Untuk beberapa saat, kedua insan ini menghentikan segala aktifitasnya.
Mereka
saling tindih dengan nafas yang putus-putus. Naya yang merasa bahagia
akan efek
euforia orgasme hanya bisa tersenyum mendengar gombalan tukang ojek ini.
Orgasme kali ini benar-benar terasa begitu dahsyat, bahkan walau sudah 5
menit
orgasme, vaginanya masih terasa berdenyut hebat. Vaginanya masih terasa
kesemutan.
“Tante… kalo Udin mau ngentotin lagi… Tante masih kuat?” bisik Udin
sambil
mengecupi pipi ibu satu anak ini.
“Emangnya titit kamu masih bisa bangun lagi, Din?” tanya Naya heran.
“k**ol tante… Bukan titit… titit mah punya anak kecil… kalo punya Udin
namanya
k**ol.” koreksi Udin.
“Eh, iya… k**ol …” ujar Naya langsung mengoreksi kalimatnya.
Udin hanya tersenyum melihat ibu kekasihnya ini pasrah menerima semua
perlakuannya. “Bisa donkm tante…” jawab Udin enteng sambil mulai
menggerakgerakkan
batang penis panjangnya yang masih menancap erat di vagina Naya.
Naya langsung merintih lirih begitu merasakan penis lembek Udin yang
mulai
bergerak keluar masuk lagi.
“Gimana rasanya k**ol Udin, Tan…? Enak nggak?” tanya Udin sembari terus
menggerak-gerakkan penisnya maju mundur.
Naya mengangguk.
Merasa reaksi Naya kurang menggemaskan, Udin kembali bertanya. “Gimana,
Tan?
Jawab donk, gimana rasanya?”
“Enak, Din… Enak…”
“Yakin bener-bener enak…?” goda Udin lagi.
“Iya, Din… Bener-bener enak…”
“Enak mana ama k**ol suami tante?”
DEG…!!!
Tiba-tiba Naya kembali teringat akan suaminya yang saat ini sedang tak
ada di
rumah. Suami tercinta yang saat ini sedang Naya dustai. Suami setia yang
yang
saat ini sedang Naya selingkuhi.
“HAP…!!!” Udin tiba-tiba sambil mencaplok payudara bulat Naya.
“Ooouugghh…” seolah terkaget akan perselingkuhan yang belum
terselesaikan ini.
Naya segera tersadar.
“Enak mana, Tan?” tanya Udin lagi sambil memilin-milin putting payudara
Naya yang
bebas. “Enak k**ol Udin atau enak k**ol suami tante…?”
Perlahan namun pasti, birahi Naya yang baru saja terpuaskan oleh
persetubuhannya
dengan tukang ojek ini meninggi, seiring jilatan lidah kasar Udin di
payudara Naya.
Perlahan namun pasti, vagina yang masih saja berkedut dahsyat karena
orgasme,
mulai melelehkan lendir kewanitaanya karena goyangan penis lembek udin
yang
keluar masuk. Perlahan namun pasti, Naya mulai menikmati perselingkuhan
kilatnya
ini. Dan perlahan namun pasti, sensasi nikmat penis Loddy, tergantikan
oleh batang
panjang menyeramkan milik Udin. Hingga pada akhirnya, air mata Naya
menetes
ketika menjawab pertanyaan Udin barusan.
“k**ol mu, Din…” jawab Naya sambil menatap tajam sosok pria yang sedang
menyetubuhinya itu.
“Kenapa, Tan…? Udin nggak denger…”
“ENAKAN k**ol MU, DIN…!!!”
“Hehehehe… makasih ya, Tan… memek tante juga enak banget…”
“Maafkan adek, mas…“ batin Naya. “Adek tak bisa menjaga kesucian
pernikahan ini.
Adek tak tahu harus melakukan apa guna mencegah perselingkuhan nikmat
ini…”
Naya tahu, jika apa yang ia lakukan malam ini adalah sebuah kesalahan.
Naya juga
tahu jika tak sepantasnya ia bercinta dengan pacar putrinya. Namun satu
hal yang
tak bisa Naya pungkiri.
Persetubuhan yang baru mereka lakukan belasan menit dengan tukang ojek
ini, jauh
lebih nikmat daripada persetubuhan yang ia lakukan belasan tahun dengan
suami
tercintanya.
“Tante, coba deh tante sepongin k**ol Udin…” mendadak, tukang ojek yang
sedang menggerakkan pinggangnya maju mundur, mencabut batang penis
panjangnya dan menyodorkan pada mulut Naya.
“ASTAGA. BESAR SEKALI, DIN…” bisik Naya histeris sambil menutup
mulutnya.
Naya tahu jika Udin memiliki penis yang sangat besar, namun Naya tak
tahu jika
penisnya sebesar itu.
Selama ini, yang Naya tahu tentang penis udin hanyalah dari photo-photo
yang ada
di laptop Mitha. Namun hal itu sangatlah berbeda, karena setelah
mengetahui
bagaimana kondisi batang kelamin yang menjuntai panjang dari
selangkangan
tukang ojek langganannya itu, Naya baru sadar, jika penis Udin yang
sebenarnya
jauh lebih besar daripada photo yang ada di laptop putrinya.
Penis udin yang walau belum ereksi sepenuhnya, sudah membengkak sebesar
pergelangan tangan Naya. Penis itu terlihat begitu menyeramkan dengan
ditambah
oleh urat-urat hitam yang tumbuh di sekujur batang penisnya.
“GILA! Ternyata aku baru saja disetubuhi oleh botol air mineral…” ujar
Naya dalam
hati. “Pantesan, penis ini tadi terasa begitu menyakitkan…” Jemari
lentik Naya
perlahan mulai menyentuh batang penis Udin yang menggelantung lemas.
Dengan
seksama, Naya memeriksa batang raksasa milik pacar putrinya.
“Tititmu kok bisa besar sekali sih, Din? Mana Hitam sekali…” tanya Naya
sambil
berulang kali membalik-balik batang hitam yang berlumuran lendir
vaginanya itu.
“k**ol, tante… k**ol … bukan titit.” koreksi Udin lagi.
“Eh, iya… k**ol …”
“Gak tahu, Tan… dari lahir k**ol Udin emang udah seperti ini…”
Iseng, Naya tiba-tiba ingin mengurut batang penis panjang yang ada di
hadapannya.
Dan begitu diurut, dari lubang kepala penis Udin, ternyata masih ada
beberapa tetes
sperma yang muncrat. Mengenai mulut serta hidung Naya.
“Hahahahahaha…” melihat Naya terkaget-kaget, mendadak Udin tertawa.
“Masih ada aja, Din, pejuhmu…”
“Iya donk… Udiiinnn…” bangga ojek kampung sialan itu.
Wajar memang jika Udin berbangga ria akan kehebatan batang kejantanannya
itu.
Karena walau Naya tak pernah tidur dengan lelaki lain, seorang pria akan
merasa
begitu hebat jika ada wanita yang memuji kemampuannya di atas ranjang.
Mendengar Udin yang masih berbangga ria, entah mendapat semangat dan
dorongan darimana, Naya mendadak merasa ingin mengetahui sebatas apa
kemampuan dirinya dalam memuaskan lelaki.
“Din, boleh nggak…?” tanya Naya malu-malu.
“Pengen apa ya, Tan?”
“Hmm, Tante pengen…”
“Pengen apa, Tantekuuu…?”
“Tante pengen sepongin k**ol panjangmu…”
“Hahahaha… idih, tante… kok sekarang kamu nakal sih…?”
Sekarang, Naya, ibu satu anak ini merasa seperti kembali ke masa
beberapa tahun
silam. Masa dimana dia dan suaminya sedang akan melakukan malam pertama.
Masa pacaran ketika pernikahan baru saja akan dimulai. Masa dimana seks
terasa
serba malu-malu. Namun bedanya, di hadapan naya bukanlah Loddy suaminya.
Melainkan Udin, ojek kampung yang beberapa saat lalu sangat ia benci.
“Boleh ya, Udin sayaaannggg?”
“Bentar-bentar… kamu mamanya Mitha khan? Bukan pelacur kampung sebelah?”
ujar Udin sambil menjauhkan pinggangnya dari mulut Naya. Sengaja
mencegah
Naya ketika ingin melahap kepala penisnya.
“Kamprett!! Lagi-lagi Udin sialan ini membandingkanku dengan pelacur
murahan…”
sengit Naya dalam hati. “Namun masa bodoh-lah… yang jelas, aku pengen
ngerasain kenikmatan orgasme lagi…”
“Iya, aku Naya, mamanya Mitha…” ujar Naya singkat
“Yakin… kamu tante Naya? ”
“Iya, emangnya kenapa?”
“Abisan…. Kok sekarang tingkah lakunya mirip pelacur?”
“Aku bukan pelacur… aku mamanya Mitha…”
“Ah, kamu bukan mamanya Mitha… kamu pasti pelacur…” canda Udin lagi
sambil
kembali menjauhkan batang penisnya dari mulut Naya. “Soalnya cuman
pelacur
yang mau nyepongin k**ol ku…”
“Udiinnn… siniin…”
“Ngaku dulu donk… kamu pelacur apa bukan…? Kalo kamu bukan pelacur, kamu
ga
boleh nyepong k**ol ku…” goda Udin lagi.
“Iyaaaa… Aku pelacur… aku bukan mamanya Mitha…” kata Naya. ”Sekarang…
kesiniin k**olmu…” tambah Naya sebelum akhirnya menerkam panjang Udin ke
dalam mulutnya.
Lidah Naya segera berlari kesana-kemari, menjilati batang penis ojek
kampung itu
hingga benar-benar bersih dari lumuran sperma dan lendir vaginanya.
Melumati
kepala penis pacar putrinya sambil sesekali menyedot lubang kencing itu
kuat-kuat
hingga tak tersisa setetes sperma sedikit pun.
Ini adalah seks oral pertama yang pernah ia lakukan. Bagi Naya, seks
oral adalah
persetubuhan yang jorok, kotor dan penuh kenajisan. Sudah berulangkali
Loddy
mengajak Naya untuk melakukan seks oral, tapi Naya tak pernah sekalipun
mengabulkan ajakan suami tercintanya.
Namun anehnya, malam ini Naya begitu antusias untuk mencoba melakukan
oral
seks yang tak pernah ia sukai dengan orang yang sebelumnya ia benci.
Naya
melakukan oral seks dengan Udin, ojek kampung bau yang memiliki batang
penis
ekstra besar.
“Tante tuh salah satu pelacurku…” ujar Udin sambil kembali memaju
mundurkan
kepala Naya ke arah Batang penisnya. “Tante, aku mau ngentotin tante
lagi…” ucap
Udin singkat sambil mencabut penisnya yang sudah kembali tegang dan
memukulmukulkannya
ke mulut Naya. “Tante, emangnya tante selalu sebinal ini?” tanya Udin.
“Enggak… Tante tak pernah seperti ini… Sebenarnya tante malu, tapi masa
bodoh…”
“Ya udah… kalo gitu sekarang tante telentang…” ucap Udin sambil mencabut
batang penis panjangnya dari mulut Naya.
“Bentaran, Din… aku belum puas ngenyot-kenyot k**ol mu…
kesini-iiiiiinnnn…”
pinta Naya binal sambil menggapai-gapai ke arah Udin.
Udin sama sekali tak menggubris permintaan Naya. Ia segera menuju kearah
tubuh
bawah Naya. Dengan tegasm Udin meminta Naya untuk membalikkan tubuhnya
yang semula telentang menjadi tengkurap. Dan dengan cekatan, Udin
mengangkat
pinggang Naya guna memposisikan Naya supaya nungging.
“Aku mau DOGGY, Tan…” ujar Udin santai sambil mulai menepuk-tepukkan
batang
hitam kemerahan yang ada di pangkal selangkangannya dengan bersemangat.
“PEK… PEK… PEK…!” suara yang dihasilkan dari tumbukan batang penis Udin
dan
vagina basah Naya.
“Basah bener memek kamu, Tante… Udah sange banget ya?”
“Hhhmmm… Ho‟oh…”
“k**ol ku ini akan memuaskan dirimu lagi malam ini…” Perlahan-lahan,
Udin
mendorong kepala penis hitamnya masuk ke dalam celah kenikmatan Naya.
“Pelan-pelan, Din… sakit…” rintih Naya manja.
“Tenang, Tante… Tahan dikit… Ntar pasti enak lagi…”
“Oooouuuhhh… Pelan-pelan, Diiiinnnn… STOP! Oughhh… Stop… Memekku terasa
begitu penuh…”
“Laaaaahh… Tapi khan batang k**ol ku belum masuk semua, Tan?”
Kalimat Udin kembali menyadarkan Naya, jika melakukan persetubuhan
dengan
posisi doggy ini membuat batang penis Udin yang ekstra besar ini terasa
jauh lebih
panjang jika dibandingkan melakukan persetubuhan dengan gaya biasa.
“Serius?“ tanya Naya seolah tak percaya.
“Beneran, Tan… nih…” kata Udin yang langsung melesakkan batang penisnya
hingga mentok.
“Ooouuugghhh… Besar sekali k**ol mu, Din…”
“Memangnya k**ol suami tante tak seperti ini ya?”
“Setengahnya pun tak sampe, Din…”
“Hahaha… “
Ketika Udin kembali mencoba melesapkan batang panjangnya dalam-dalam.
Serangkaian orgasme dalam vagina Naya pun langsung terbangun kembali.
Dia
tidak pernah merasakan kenikmatan seperti ini dalam lima belas tahun
pernikahannya.
Orgasme yang tiap kali ia rasakan ketika bersama Loddy, suaminya, terasa
begitu
kecil, sangat jauh berbeda dengan orgasme yang diberikan oleh Udin. Dan
bedanya
lagi, walau telah beberapa menit lalu Naya baru saja diberi orgasme oleh
Udin,
orgasme itu tak segera menghilang. Orgasme itu selalu „mengetuk‟ dinding
vagina
Naya setiap kali Udin menggerakkan penisnya.
Semenit, dua menit, tiga menit.
Orgasme dari Udin tak juga kunjung berhenti. Naya mengalami Multi
orgasme.
“Bentar, Din… Bentar… jangan buru-buru nyodokin k**ol nya…”
“Kenapa, Tan?”
“Aku masih pengen ngerasain kedut-kedutan orgasme barusan…”
“Hahahaha…“ Lagi-lagi Udin tertawa terbahak-bahak. ”Tante mirip ama
perawan
deh, kayak nggak tahu apa-apa…”
“Ahhh, Udin… khan tante juga pengen ngerasain enaknya kedutan itu…”
“Hahaha… kalo sama Udin, tante bakal terus ngerasain kedutan itu kok…
tenang
saja… tante bakal ketagihan terus…” Udin kembali mempergencar sodokan
batang
penis pada vagina ibu satu anak itu. Makin lama makin kencang dan cepat.
Hingga
kedua insan yang sedang dilanda nafsu birahi ini kembali melenguh-leng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar